Transformasi SDM Kesehatan, Kunci Sukses Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Transformasi SDM Kesehatan, Kunci Sukses Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Dr. drg. Siti Nur Anisah, MPH

Transformasi SDM Kesehatan, Kunci Sukses Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Pendahuluan
Pada 17 Agustus 2045, Negara Kesatuan Republik Indonesia genap berusia 100 tahun. Pemerintah berkomitmen melaksanakan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan manusia Indonesia yang bermartabat, mandiri dan berkedaulatan. Empat pilar pembangunan mewujudkan Indonesia Emas adalah pembangunan
manusia dan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta meningkatkan ketahanan
nasional dan tata kelola pemerintahan.
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
penguasaan IPTEK menjadi pilar utama pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas. SDM merupakan aset paling berharga dalam sebuah organisasi atau lembaga. Keberhasilan suatu organisasi sangat bergantung pada kualitas, kompetensi, dan kinerja individu yang tergabung di dalamnya. Peran SDM mencakup berbagai aspek yang mendukung pencapaian tujuan organisasi,
tidak terkecuali di Kementerian Kesehatan karena mereka adalah yang merencanakan, mengorganisir, mengarahkan,dan mengendalikan segala aktivitas tidak hanya berupa tindakan medis, tetapi juga mencakup seluruh urat nadi Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. SDM juga memiliki kemampuan untuk merancang strategi organisasi, mengembangkan kebijakan dan prosedur, melakukan rekrutmen dan seleksi tenaga medis dan non-medis yang tepat, memberikan pelatihan dan pengembangan, serta mengelola hubungan antara SDM kesehatan dengan manajemen. Mereka memiliki peran penting dalam memastikan Kementerian Kesehatan telah berjalan on the track untuk mencapai tujuan dan visi yang telah ditetapkan yaitu mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Permasalahan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan tolok ukur tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat Indonesia, terakhir menunjukkan angka 74,
dalam skala 100 atau masih berada di urutan kelima di bawah empat negara tetangga di kawasan ASEAN lainnya,yaitu: Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Potret kondisi kesehatan nasional kita berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 juga masih menunjukkan wajah yang kurang baik, meski telah banyak mengalami perbaikan.Riskesdas 2023 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2018, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4 permil menjadi 1,8 permil; prevalensi
stroke naik dari 7 permil menjadi 10,9 permil; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2 permil menjadi 3,8 permil.
Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan hasil pengukuran tekanan
darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Kenaikan prevalensi PTM ini berhubungan dengan pola hidup yang
kurang sehat, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, kurangnya aktivitas fisik, serta minimnya
konsumsi buah dan sayur.Data kesehatan lingkungan terlihat dari pemakaian air
per hari dan pengelolaan sampah. Dibandingkan dengan Riskesdas sebelumnya, di rumah tangga pemakaian air
< 20L per orang per hari turun dari 5 persen menjadi 2,2 persen. Untuk pengelolaan sampah rumah tangga
yang mengelola dengan membakar sebesar 49,5% Akses Pelayanan Kesehatan.Proporsi pengetahuan rumah tangga terhadap kemudahan akses ke Unit Pelayanan Kesehatan juga masih rendah,
yaitu: mudah 37,1%; sulit 36,9%; dan sangat sulit 26%. Analisis dilihat dari jenis transportasi, waktu tempuh dan biaya yang dikeluarkan (out of pocket). Proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional sedikit meningkat, dari 30,4 persen menjadi 31,4 persen.Data terakhir menunjukkan bahwa baik jumlah unit pelayanan kesehatan maupun jumlah tenaga kesehatan belum tersedia secara memadai, baik dari sisi kuantitas, kualitas maupun distribusinya. Fakta dan data yang kurang menggembirakan di atas, menjadi alasan Kementerian Kesehatan untuk melakukan lompatan besar di sektor kebijakan kesehatan yang diharapkan mampu membuat perubahan secara signifikan dari kondisi sebelumnya.

Pembahasan
Transformasi sektor kesehatan secara menyeluruh memiliki potensi untuk membuat kinerja Kementerian Kesehatan menjadi lebih baik, lebih maju dan modern, serta membuka pintu untuk berkembang lebih cepat.Sejalan dengan 4 pilar pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas, Kementerian Kesehatan telah mencanangkan 6 transformasi secara menyeluruh di
sektor kesehatan yang meliputi: (1). Transformasi Layanan Primer; (2). Transformasi Layanan Rujukan; (3). Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan; (4). Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan; (5). Transformasi SDM Kesehatan, dan (6). Transformasi Teknologi Kesehatan.

FOKUS UTAMA
Meskipun Transformasi SDM Kesehatan secara eksplisit ditempatkan pada urutan ke-5, namun secara inplisit di
setiap bentuk transformasi lainnya di dalamnya memuat peningkatan kualitas SDM kesehatan yang berperan sebagai man behind the gun yang sekaligus menjadi
tujuan dilaksanakannya Transformasi SDM Kesehatan dan Transformasi Layanan Primer/ Rujukan misalnya, tidak
cukup hanya menambah jumlah unit layanan kesehatan, modernisasi sistem layanan dan teknologi peralatan medis secara fisik namun wajib diikuti peningkatan SDM kesehatan baik medis ataupun non-medis secara kuantitatif maupun kualitatifnya. Begitu juga dengan Transformasi Sistem
Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan dan organisasi. Human Resource Business Partner bekerja secara proaktif untuk memahami kebutuhan organisasi,
merencanakan dan melaksanakan strategi SDM yang mendukung visi dan misi organisasi, serta mengukur dampaknya terhadap kinerja secara keseluruhan. Dengan pemahaman mendalam tentang strategi organisasi, SDM dapat membantu menciptakan nilai tambah dan memperkuat daya saing organisasi.Menempatkan SDM kesehatan sebagai mitra strategis adalah pilihan terbaik untuk manajemen puncak Kementerian Kesehatan, dengan mengajak mereka untuk berkolaborasi dalam berbagai unit bisnis/ unit kerja yang ada untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, yaitu:Transformasi Teknologi Kesehatan, secara implisit juga
wajib diikuti dengan peningkatan SDM kesehatan baik untuk memenuhi jumlah tenaga medis/ non-medis. Apalagi jika dihubungkan dengan pilar-pilar pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas, pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK menjadi pilar pertama dan utama yang kemudian diikuti oleh 3 pilar pembangunan nasional lainnya.Seorang akademisi sekaligus pakar manajemen SDM berkebangsaan Amerika Serikat Dave Ulrich dalam teorinya “Human Resource Business Partner” menyatakan bahwa fungsi SDM harus berperan sebagai mitra strategis dalam
“Menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan.”Dengan menempatkan SDM kesehatan sebagai mitra strategis Kementerian Kesehatan, dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) pada setiap karyawan sehingga akan memberi dorongan yang kuat untuk suksesnya misi Kementerian Kesehatan yang pada kurun waktu 2020 - 2024 ini meliputi: (1). Menurunkan angka kematian ibu dan bayi; (2). Menurunkan angka stunting pada balita; (3). Memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional; dan (4). Meningkatkan kemandirian dan penggunaan produk farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.Teori Value of Human Capital dari John Boudreau menyatakan bahwa nilai strategis dari SDM dalam organisasi dapat diukur dan dinilai dengan cara yang sama seperti aset finansial lainnya. Boudreau berpendapat bahwa organisasi harus menganggap, pengembangan SDM sebagai investasi yang memberikan nilai tambah dan keunggulan kompetitif, bukan hanya sebagai biaya operasional. Dengan memahami dan mengelola nilai dari human capital, organisasi dapat memaksimalkan potensi SDM mereka dan menciptakan keberlanjutan jangka panjang.Seperti telah diketahui bersama, untuk melaksanakan Transformasi SDM Kesehatan tentulah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, apalagi dalam mencetak tenaga dokter dan dokter spesialis yang selain dari sisi jumlah sangat kekurangan juga pendistribusian yang belum merata antar wilayah di Indonesia. Di satu sisi terjadi penumpukan tenaga dokter/ dokter spesialis di kota-kota besar, sementara terjadi kelangkaan bahkan tidak dijumpai dokter apalagi dokter spesialis di wilayah pedalaman, terpencil dan tertinggal serta di kawasan perbatasan atau yang lazim disebut 3T (terdepan, tertinggal dan terluar).
Sejalan dengan itu Kementerian Kesehatan hendaklah lebih memfokuskan kebijakannya untuk mengatasi kelangkaan dan ketimpangan distribusi tenaga Kesehatan, utamanya dokter dan dokter spesialis yang tentunya harus diikuti dengan pusat-pusat layanan kesehatan primer dan rujukan dengan dilengkapi peralatan dan laboratorium medis yang modern yang lebih merata.Harus kita akui, rencana strategis Kementerian Kesehatan untuk menambah jumlah Puskesmas dari yang sekarang masih berkisar 10.347 Unit menjadi 20.000 Unit patut diacungi 2 jempol, apalagi nantinya akan dilengkapi dengan Ultra Sono Grafi (USG) dan perangkat untuk melakukan genomic sensing yang lazim disebut DNA Microarray di banyak Puskesmas yang tersebar luas secara merata di tanah air.Sejalan dengan teori Value of Human Capital yang disampaikan oleh John Boudreau seorang akademisi ahli manajemen SDM yang juga berkebangsaan Amerika Serikat, anggaran raksasa yang digelontorkan untuk pengembangan SDM kesehatan khususnya untuk percepatan tercapainya jumlah dokter dan dokter spesialis yang ideal janganlah dipandang sebagai biaya tetapi lebih sebagai investasi human capital.Melalui Transformasi SDM Kesehatan yang terencana dengan baik dan memiliki target yang terukur, selain menjamin tercapainya visi dan misi Kementerian Kesehatan, tidak berlebihan juga diharapkan dapat meningkatkan keyakinan publik bahwa aparatur Kementerian Kesehatan akan mampu mencapai tujuan strategis Kementerian Kesehatan yang meliputi: (1). Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan siklus hidup; (2). Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan; (3). Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan pengelolaan kedaruratan kesehatan masyarakat; dan (4). Peningkatan sumber daya kesehatan.
Langkah-langkah Transformasi SDM Kesehatan yang telah, sedang dan akan terus dilakukan antara lain: (1). Penambahan kuota beasiswa mahasiswa dalam dan luar negeri; (2). Kemudahan penyertaan tenaga kesehatan lulusan universitas luar negeri; (3). Penambahan jumlah dokter umum, dokter spesialis-sub spesialis, dan dokter gigi. (4). Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai bidang tugasnya. Visi, Misi dan Tujuan Strategis Kementerian Kesehatan dimaksud memiliki benang merah dengan Visi Presiden dalam membangun negara
mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Kesimpulan
Melalui Transformasi SDM Kesehatan akan menjamin ketersediaan SDM yang berkompeten, profesional dalam jumlah yang cukup dan terdistribusi secara lebih adil serta mempunyai sense of belonging yang tinggi di lingkungan Kementerian Kesehatan. Kondisi SDM Kesehatan yang seperti ini diyakini akan mampu menjalankan visi, misi dan tujuan strategis organisasi yang pada waktunya menjadi kunci sukses mewujudkan Indonesia Emas 2045.
*) Dr. drg. Siti Nur Anisah, MPH, Widyaiswara Ahli Madya (JFT) Bapelkes Cikarang

Referensi :
1. Riskesdas, 2018
2. https://kemkes.go.id/id/visi-misi/. Visi, Misi dan Tujuan
3.Strategis Kementerian Kesehatan
https://indonesiabaik.id/infografis/4-pilar-visiindonesia-2045
4.https://mediacenter.singkawangkota.go.id. Enam Pilar Transformasi Kesehatan Untuk Indonesia Maju, 14 Nov
5.2023 https://dinkes.jogjaprov.go.id.Langkah-langkah Transformasi SDM Kesehatan